Penjualan ritel Inggris turun 0,1% MoM pada November, menyusul penurunan 0,9% pada Oktober yang direvisi dari -1,1%. Data terbaru ini dirilis oleh Office for National Statistics (ONS) pada hari Jumat dan menegaskan adanya perlambatan belanja konsumen. Pasar sebelumnya memperkirakan kenaikan sebesar 0,4% untuk bulan yang dilaporkan, sehingga hasilnya menunjukkan kejutan negatif di paruh kedua kuartal.
Penjualan ritel inti, yang mengecualikan penjualan bahan bakar otomotif, turun 0,2% MoM di November. Ini membandingkan dengan revisi penurunan Oktober dari -1,0% menjadi -0,8%. Angka inti ini juga meleset dari konsensus pasar yang memperkirakan pertumbuhan 0,2%.
Angka ini berada di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan 0,2%. Dengan demikian, data ini menambah bukti bahwa konsumsi rumah tangga masih menjadi faktor risiko bagi pertumbuhan Inggris tahun ini.
Rilis ini perlu dilihat dalam konteks tren bulanan yang bergejolak dan revisi pada bulan-bulan sebelumnya. Meskipun November mencatat penurunan, angka Oktober direvisi menjadi lebih positif meski masih negatif, menunjukkan adanya ketidakpastian ukuran belanja konsumen.
Penurunan ritel menyiratkan bahwa daya beli konsumen tetap tertekan karena inflasi yang tinggi dan pendapatan riil yang tergerus. Faktor musiman menjelang akhir tahun serta dinamika suku bunga juga memperkuat hambatan pada belanja rumah tangga.
Banyak investor membandingkan angka ritel dengan indikator lain seperti harga barang dan pendapatan, untuk mendapatkan gambaran kesehatan ekonomi secara lebih luas. Meskipun kejutan negatif, beberapa faktor penyangga harga dapat mengubah arah jika kondisi inflasi berubah.
Surprise negatif pada penjualan ritel bisa menimbang pergerakan GBP, karena menambah tekanan terhadap ekspektasi Bank of England (BoE) terkait jalannya kebijakan suku bunga.
Dari sisi pasar keuangan, data ritel menyoroti risiko rendahnya permintaan domestik yang dapat mempengaruhi proyeksi pertumbuhan ekonomi Inggris serta dinamika pasar obligasi dan mata uang.
Ke depan, investor akan menantikan rilis data lain dan revisi angka untuk menilai arah jangka menengah. Hasilnya bisa memicu volatilitas pada pasangan GBPUSD menjelang rilis data utama berikutnya.