OECD memproyeksikan pertumbuhan global melambat meski Asia tetap menjadi motor utama ekonomi dunia. Risiko eksternal seperti perang dagang dan geopolitik tetap jadi fokus pasar.
\nProyeksi global menunjukkan 3,2 persen pada 2025, turun menjadi 2,9 persen pada 2026, lalu pulih tipis ke 3,1 persen pada 2027, dengan pelambatan didorong tarif perdagangan dan tekanan pada investasi.
\nAsia di tengah perlambatan dunia tetap menjadi penopang utama, dengan Asia Timur dan Selatan memegang peranan penting bagi pertumbuhan global. Indonesia diharapkan tumbuh sekitar 5,0 persen pada 2025–2026 dan 5,1 persen pada 2027, China sekitar 5,0 persen 2025 turun 4,4 persen 2026, dan India di atas 6 persen sepanjang 2025–2027.
\n\nInflasi global diperkirakan melemah secara bertahap, memberi ruang bagi kebijakan moneter yang lebih akomodatif. Dolar AS secara umum melemah, dengan DXY mendekati 99,2 menjelang data ADP, ISM, dan FOMC.
\nPasar menilai pemangkasan suku bunga Desember telah sepenuhnya diperkirakan, meskipun risiko hawkish terkait dot plot FOMC tetap ada dan bisa mengubah ekspektasi pasar.
\nPerkembangan politik moneter juga mempengaruhi sentimen, termasuk kabar mengenai kandidat Ketua The Fed. Beberapa sumber menyebut Kevin Hassett sebagai calon terkuat, dengan pengumuman kemungkinan sebelum Natal.
\n\nKondisi di pasar Asia menunjukkan USD/IDR berada di sekitar 16.626, dengan pergerakan relatif sempit karena pembacaan proyeksi OECD dan dinamika data AS yang masih berpotensi menyalakan arah baru.
\nSkenario utama menyebut jika data ADP dan ISM mengecewakan, Rupiah dapat menguat menuju sekitar 16.550. Sebaliknya, nada hawkish The Fed bisa mendorong USD/IDR menembus ke sekitar 16.700 dalam beberapa hari mendatang.
\nRupiah tetap menyeimbangkan antara faktor eksternal dan volatilitas pasar. Arah jangka pendek sangat bergantung pada keluaran data tenaga kerja AS serta isyarat dari FOMC, meski tekanan inflasi regional cenderung terkontrol.
\n