Harga minyak WTI berada di bawah tekanan akibat optimisme terhadap kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina. Optimisme ini menumpuk di atas kekhawatiran mengenai gangguan pasokan global. Para pelaku pasar terus memantau pernyataan pejabat nasional tentang perkembangan negosiasi tanpa memastikan implementasi segera.
Para pedagang menimbang risiko geopolitik sambil menilai bagaimana sanksi dan kebijakan energi dapat memodifikasi arus pasokan. Meskipun ada potensi penyelesaian konflik, ketidakpastian mengenai sanksi terhadap Venezuela dan Rusia tetap menjadi faktor volatilitas. Sesi perdagangan Asia mencatat harga di sekitar 55,80 dolar per barel sebagai patokan utama.
Secara teknikal, tren harga menunjukkan pelemahan bertahap meskipun ada pergerakan volatilitas yang jelas. Investor tetap waspada terhadap perubahan dinamika pasokan dan permintaan yang dapat mengubah jalur pergerakan harga. Kondisi pasar yang tidak pasti membuat peluang trading menonjol bagi para pelaku risiko.
Dalam langkah kebijakan, AS meningkatkan upaya memperketat sanksi terhadap sektor energi Rusia untuk mendukung upaya perdamaian. Kebijakan tersebut menambah tekanan pada produksi minyak negara tersebut dan mengubah proyeksi pasokan global. Inggris juga melanjutkan langkah sanksi terhadap produsen minyak Rusia yang lebih kecil, memperluas pembatasan terhadap aliran minyak ke pasar internasional.
Di sisi lain, tindakan Penjaga Pantai AS yang menyita tanker minyak Venezuela menambah dinamika risiko bagi pasokan global. Sementara Venezuela melaporkan dua kapal non-sanksi diizinkan berangkat ke China, hal ini menambah kompleksitas arus minyak mentah. Para analis menilai bagaimana fleksibilitas kapal-kapal tersebut dapat mempengaruhi pasokan jangka pendek.
Para pedagang menghadapi dilema bagaimana kebijakan akan mempengaruhi pasokan, karena proyeksi OPEC+ untuk memulihkan kapasitas produksi bisa menimbulkan tekanan pada harga. Secara keseluruhan, risiko pasokan mungkin meningkat daripada hanya bergantung pada larangan kapal Venezuela saja. Kondisi ini memperbesar volatilitas pasar dan menantang kepastian arah harga minyak.
Penilaian terhadap permintaan terlihat menunjukkan tanda-tanda kelemahan di konsumen utama seperti Tiongkok dan Amerika Serikat. Pertumbuhan permintaan global tampak melambat seiring kebijakan fiskal dan moneter yang berimbang namun tetap membatasi konsumsi energi. Pelaku industri juga memantau data impor dan aktivitas manufaktur untuk mengukur momentum.
Harga minyak telah turun sekitar 20 persen sepanjang tahun ini, mencerminkan keseimbangan antara pasokan berlimah dan penurunan permintaan. Pasar juga menunggu data ekonomi dan kebijakan moneter yang dapat menggeser dinamika permintaan dalam beberapa bulan mendatang. Kondisi ini meningkatkan kehati-hatian investor terhadap pembalikan tren jangka pendek.
Secara keseluruhan, narasi fundamental tetap menunjukkan tekanan menurunkan harga dalam jangka pendek. Namun, pergeseran geopolitik dan respons kebijakan bisa memperbaiki prospek jangka menengah jika kesepakatan damai benar-benar terwujud dan pasokan kembali stabil. Investor disarankan memperhatikan indikator kebijakan dan potensi perubahan geopolitik yang bisa menggugah arah pasar.