Perak telah menembus level lebih dari $60 per ons pada sesi perdagangan sore, ditopang oleh ekspektasi pemotongan suku bunga Federal Reserve serta kekhawatiran pasokan yang ketat. Para ahli komoditas ING, Ewa Manthey dan Warren Patterson, menekankan bahwa logam mulia ini memiliki kecenderungan mengungguli emas selama siklus pelonggaran karena imbal hasil riil yang lebih rendah meningkatkan daya tariknya bagi investor dan aktivitas industri.
Kondisi ini menambah argumen bahwa perak bisa berperan sebagai aset pelindung nilai sekaligus panduan bagi siklus ekonomi yang sedang melunak. Relevansi faktor permintaan industri semakin menonjol, karena logam ini memiliki penggunaan luas di sektor teknologi, panel surya, dan manufaktur lainnya yang sensitif terhadap ketersediaan pasokan.
Sejak awal tahun, harga perak telah melonjak sekitar 110% versus emas, didorong oleh fokus pada pasokan yang ketat dan potensi tarif AS terhadap mineral kritis. Produksi logam ini juga menghadapi hambatan karena kualitas bijih yang menurun serta lambatnya proyek-proyek baru, sehingga suasana pasar cenderung bullish dalam jangka menengah.
Ke depan hingga 2026, analisis market menunjukkan fondasi permintaan industri yang tetap kuat, sementara pasokan mengalami hambatan yang berkelanjutan. Faktor-faktor tersebut, ditambah iklim makro yang cenderung mendukung, menambah peluang harga perak tetap berada pada jalur positif meski volatilitas tetap ada.
Produksi perak yang ditambang turun sekitar 3% tahun ini akibat berkurangnya kualitas bijih dan keterbatasan pengembangan proyek baru, menambah risiko pasokan. Kondisi ini berpotensi mendukung harga lebih lanjut jika permintaan industri tetap solid dan lingkaran kebijakan moneter tetap longgar.
Di sisi risiko, potensi tarif tambahan terhadap logam kritis dan ketegangan perdagangan dapat memicu volatilitas jangka pendek. Investor disarankan tetap memantau sinyal permintaan industri dan update kebijakan fiskal serta moneter yang dapat mempengaruhi arah perak dalam beberapa kuartal ke depan.