Harga WTI turun sekitar $58,70 pada sesi Asia, menyentuh level yang dipengaruhi oleh kemajuan diplomatik terkait perang Rusia-Ukraina dan kekhawatiran pasokan.
Faktor geopolitik di kawasan Eropa Timur saat ini sedang menguji sentimen pasar; perkembangan damai Ukraina dapat menurunkan risiko gangguan pasokan, meski beberapa faktor tetap membayangi arah harga jangka pendek.
Selain itu, data inventori minyak mentah AS yang dirilis EIA menunjukkan penurunan 1,812 juta barel untuk minggu terakhir, memberikan dukungan teknikal meski harga berada di bawah tekanan dari dinamika geopolitik.
Kebijakan moneter menjadi pendorong utama saat Federal Reserve mengumumkan pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin hingga kisaran 3,5%–3,75%, menandai pemangkasan ketiga tahun ini.
Penurunan suku bunga berpotensi menurunkan biaya pinjaman dan mendorong permintaan energi, sehingga mendukung harga minyak mentah meski ada tekanan akibat perkembangan geopolitik.
Pasar juga menunggu klaim tunjangan pengangguran awal AS untuk petunjuk arah permintaan tenaga kerja dan konsumsi rumah tangga, yang dapat memengaruhi persepsi terhadap permintaan minyak di kuartal mendatang.
Berita mengenai negosiasi damai Ukraina disertai pernyataan bahwa Ukraina menyiapkan proposal damai revisi yang akan disampaikan ke AS dapat meningkatkan harapan kestabilan regional dan menambah kepastian pasokan.
Sementara itu, komentar dari Presiden AS terkait tenggat Natal dan tekanan terhadap Kyiv mengindikasikan dinamika geopolitik yang berisiko memotong laba investor, tergantung progress negosiasi.
Analisis menunjukkan bahwa jika risiko infrastruktur energi berkurang, tekanan jual di harga WTI bisa muncul dalam jangka pendek. Karena pasar menimbang potensi penurunan pasokan versus peningkatan permintaan akibat stimulasi kebijakan moneter, arah harga tetap tidak menentu, sehingga sinyal trading disarankan tidak ada.