Sejak awal Oktober, pergerakan harga Brent mentah cenderung berputar di kisaran 60 hingga 65 dolar AS per barel, menunjukkan keseimbangan antara faktor penopang dan penekan pasar.
Para analis menilai bahwa arah baru sulit muncul dalam waktu dekat karena kedua sisi pasar saling mengimbangi, sehingga peluang pergerakan lebih bergantung pada berita kejadian daripada sinyal teknikal tunggal.
Faktor-faktor seperti permintaan global, kebijakan persediaan, dan dinamika pasar fisik minyak tetap menjadi pendorong utama, meskipun tidak ada dorongan besar untuk melonjak atau terjun secara signifikan.
Catatan Commerzbank menyebut impor minyak mentah Tiongkok tetap kuat meski spread crack diesel tinggi, menunjukkan sisi permintaan yang masih solid.
Menurut IEA, permintaan minyak Tiongkok tahun ini kemungkinan hanya naik sekitar 100.000 barel per hari, namun volume impor sejak Januari–Oktober tercatat sekitar 400.000 bpd lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu.
Kami memperkirakan impor masih tinggi pada November, dengan sebagian peningkatan pasokan berujung pada penumpukan cadangan strategis dan didorong oleh stimulasi proses kilang karena spread crack yang tinggi.
Rilis prakiraan baru dari lembaga energi pekan mendatang diperkirakan memberi tekanan ke harga, meskipun tidak ada koreksi besar yang diharapkan, karena tanda-tanda kelebihan pasokan di pasar minyak di masa depan.
Ekspansi realisasi harga tampaknya dipicu revisi proyeksi EIA yang lebih tinggi dan faktor-faktor seperti sanksi terhadap Rusia serta peningkatan stok di Tiongkok, yang mendorong produksi AS naik sedikit.
Walau demikian, masih belum jelas apakah koreksi ke atas akan berlanjut, sehingga pelaku pasar perlu memantau pembaruan laporan dan kebijakan produksi untuk arah harga Brent ke depan.