Harga minyak mentah WTI diperdagangkan sekitar $59,45 di awal sesi Asia pada hari Jumat, menandai pergerakan tipis yang mencerminkan keseimbangan antara data fiskal dan dinamika permintaan global.
Data EIA menunjukkan persediaan minyak mentah AS meningkat 574 ribu barel untuk minggu yang berakhir 23 November, lebih kecil dari kenaikan pekan sebelumnya dan masih menandakan tekanan pasokan yang luas.
Kondisi teknis dan ekspektasi pasar terkait permintaan serta potensi perubahan kebijakan moneter membentuk arah jangka pendek, meski arus pasokan tetap tinggi.
Ekspektasi pelonggaran suku bunga The Fed menjadi kunci utama arah harga minyak dan bisa mendorong permintaan energi lebih tinggi pada 2025.
Menurut FedWatch CME, peluang penurunan suku bunga 25 basis poin pada minggu depan mencapai sekitar 89%, dengan gambaran pelonggaran yang lebih luas hingga akhir tahun depan.
Dolar AS kemungkinan melemah seiring ekspektasi pelonggaran, sehingga pembeli asing mendapat keuntungan karena harga komoditas berdenominasi USD menjadi relatif lebih murah.
Ketegangan geopolitik turut membentuk fondasi harga WTI; serangan terhadap infrastruktur minyak Rusia oleh Ukraina menambah risiko gangguan pasokan.
Peningkatan risiko pasokan terkait Druzhba, pipa utama Rusia, terlihat pada wilayah Tambov dan menambah faktor volatilitas bagi pasar minyak dunia.
Secara keseluruhan, pasar minyak tetap berada di fase volatilitas menyusul kombinasi permintaan, pasokan, dan dinamika kebijakan. Harga berkeras di sekitar level saat ini meski prospeknya beragam.