Harga minyak Brent turun tajam diperdagangkan di bawah US$60 per barel, menandai level terendah sejak Februari 2021 dalam beberapa sesi karena prospek surplus yang semakin terlihat di pasar global. Meski ada dukungan terbatas dari potensi gangguan pasokan, data dan aliran arus perdagangan menunjukkan momentum bearish yang meningkat.
Dalam pergerakan tersebut, ICE Brent ditutup sekitar 2,7% lebih rendah, menembus batas US$60/barel. Tekanan berasal dari keseimbangan pasokan yang membesar, sementara harapan terhadap pembicaraan Rusia-Ukraina memberi sedikit tekanan turun jika konflik mereda di masa depan.
Para analis memperkirakan puncak surplus global minyak akan terjadi pada kuartal pertama 2026, dan setiap kuartal berikutnya di 2026 diperkirakan menyaksikan surplus berkelanjutan, yang memberi tekanan lebih lanjut pada harga minyak jangka menengah.
Rusia tetap menjadi risiko utama terhadap pasokan minyak, dan potensi gangguan produksi menambah tekanan pada harga. Selain itu, sanksi terhadap tanker minyak terkait Venezuela menambah ketidakpastian aliran minyak keluar negara itu—yang mengekspor sekitar 600 ribu barel per hari pada November—dengan sebagian besar minyak diarahkan ke China.
Harga minyak sempat menguat tipis di pagi perdagangan ketika WTI naik sekitar 1,3% karena langkah-langkah AS untuk membatasi tanker minyak Venezuela, meski sanksi tersebut memicu kekhawatiran tentang pasokan jangka menengah.
Keseimbangan minyak global terpengaruh dengan perubahan persediaan AS yang menjadi indikator penting. API melaporkan penurunan persediaan minyak mentah AS sebesar 9,3 juta barel untuk minggu terakhir, sedangkan stok produk olahan meningkat, memperumit arah pergerakan harga.
Berdasarkan data fundamental terbaru, tekanan penawaran surplus dan risiko pasokan memberi bias bearish pada Brent/WTI dalam jangka pendek. Namun, dinamika geopolitik dan aliran ekspor bisa memperparah volatilitas atau memberi peluang pemulihan singkat.
Untuk sinyal perdagangan, rekomendasi teknikal-fundamental yang konsisten adalah membuka posisi sekitar US$59,8 per barel, dengan target harga profit sekitar US$57,0 dan stop loss di US$60,3. Rasio risiko terhadap imbalan sekitar 5,6:1, memenuhi kriteria minimal 1:1,5.
Investor disarankan memantau data persediaan API dan laporan produksi global secara rutin, serta memperhatikan faktor geopolitik yang berpotensi mengubah arus pasokan, untuk menilai kelanjutan tren harga minyak dalam beberapa kuartal ke depan.