Harga WTI diperdagangkan sekitar 58,50 dolar AS per barel pada hari ini, turun sekitar 0,4 persen, seiring pemulihan produksi Irak yang menambah pasokan jangka pendek.
Menurut laporan Reuters, ladang West Qurna 2 di Irak telah melanjutkan produksi setelah kebocoran pipa sempat mengurangi ekspor. Ladang ini memproduksi lebih dari 460.000 barel per hari, sekitar 0,5% dari pasokan minyak global dan sekitar 9% dari total output Irak.
Faktor logistik dan dinamika geopolitik membatasi penurunan lebih lanjut, meskipun beberapa data teknis menunjukkan tekanan ke bawah pada harga karena peningkatan pasokan lokal.
Ketegangan geopolitik dan kebijakan energi global membatasi penurunan harga minyak, dengan pasar mencerminkan kekhawatiran mengenai aliran energi terkait Rusia.
Para analis menilai bahwa pembatasan ekspor energi Rusia kemungkinan tetap berlaku karena belum ada kesepakatan damai, sehingga premi risiko pada minyak mentah masih relevan.
Perubahan impor Asia turut membentuk jalur pasokan global; China dilaporkan meningkatkan pembelian minyak dari Arab Saudi dan Iran pada November, sementara impor dari Rusia menurun akibat permintaan yang lebih lemah dan sanksi AS yang diperbarui.
Investors menantikan keputusan kebijakan moneter Federal Reserve, dengan peluang potongan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan Desember yang bisa meningkatkan prospek permintaan energi pada 2025.
Penurunan suku bunga biasanya melemahkan dolar AS, sehingga komoditas berdenominasi dolar menjadi lebih menarik bagi pembeli asing dan dapat memberi dukungan bagi WTI.
Selain itu, investor menunggu laporan mingguan API AS untuk petunjuk awal mengenai stok minyak domestik; angka inventaris yang lebih besar dari ekspektasi dapat menambah tekanan pada harga WTI yang sudah tertekan oleh pemulihan output Irak.
Dengan pemulihan produksi Irak, momentum penurunan harga WTI tampak terbatas dalam jangka pendek meskipun dinamika pasokan global tetap rapuh.
Kombinasi geopolitik yang tidak menentu dan respons kebijakan moneter menempatkan pasar minyak dalam era volatilitas, sehingga pelaku pasar perlu mengelola risiko secara cermat.
Untuk trader, fokus utama adalah memantau data inventaris AS, perkembangan kebijakan Fed, serta potensi perubahan aliran pasokan dari Timur Tengah dan Rusia untuk menilai peluang trading yang sejalan dengan risiko dan reward yang seimbang.